Selasa, 12 November 2013

Anak Kecil di Pangkuanku

Seperti sabtu-sabtu biasanya bakda magrib aku pergi mengunjungi rumah dr.Hermawan untuk liqo bersama teman-teman yang lainnya. Aku merasa beruntung mempunyai kegiatan rutin yang bermanfaat di malam minggu sementara yang lain asyik pacaran di pinggir-pinggir jalan entah apa asyiknya, sedangkan aku dan teman-teman seperjuanganku juga asyik dengan berbagi ilmu. 
Sayang sekali pada hari itu mentoring sepi, teman-teman berhalangan hadir saat itu, hanya ada aku dan Radian teman satu kos ku liqo bersama Pak Wawan (panggilan akrab kami untuk dr.Hermawan). 
Kami membicarakan banyak hal saat itu, mulai dari keadaan di kampus, kuliah, organisasi, politik, hingga masalah perasaan laki-laki terhadap perempuan (sebenernya sih ini sesi curhatnya aku dan Radian hihi).
Skip saja masalah curhatan kami, karena itu masih menjadi rahasia antara ikhwan-ikhwan yang berjuang untuk terus memantaskan diri dihadapan Allah hehe.
Saat itu di rumah Pak Wawan ada seorang balita lucu nan menggemaskan, namanya Azki, anak perempuanya Pak Wawan. Azki ini anaknya pemalu dan anti-cowok, terbukti saat hari-hari sebelumnya aku dan teman-temanku datang dan respon Azki menangis dengan spontan. Wajar saja sih, seorang anak kecil melihat orang asing dan berusaha mendekat pasti merasa tidak aman dan sebagai responnya adalah menangis. 
Namun hari ini Azki tidak menangis saat Pak wawan mendudukannya di hadapan aku dan Radi saat itu, tapi tetap dia merasa kami adalah orang asing dan dia memalingkan wajahnya tanda ia merasa malu atau merasa tidak aman. Seperti halnya sepupu-sepupuku yang masih balita pasti bersikap seperti itu, sampai-sampai aku agak ragu untuk mendekati anak kecil.
"Dik coba kamu pelan-pelan samperin Azki lalu angkat dia." Suruh Pak Wawan kepadaku sambil tersenyum halus seperti biasanya.
"Beneran gak apa-apa pak? Saya takut kalau Azki nanti nangis." Jawabku Ragu.
"Ndak apa-apa dik, nanti kalau Azki nangis biar saya gendong dia, ayo coba saja." Tenangnya.
Perlahan aku menghampiri Azki, keringat dingin bercucuran khawatir Azki nangis, perlahan aku memegang kedua ketiaknya lalu berusaha memangkunya dari belakang. Ya! berhasil aku pangku, dan tanganku agak gemetar seolah aku degdegan menunggu respon darinya. Awalnya ekspresi muka Azki menunjukan bahwa dia heran dan merasa asing padaku, hampir menangis sepertinya, tapi aku berusaha mempererat pangkuanku dan menghilangkan segala keraguanku, dan memulai mengajak bicara dengan lembut.
"Hallo Azki, nama om Rifqi, Azki om gendong yaa, Azki gak takut kan.." sambil sedikit mengayun-ngayun Azki di pangkuanku. Azki masih merasa asing, akhirnya Pak Wawan menyuruhku menggendong Azki dari posisi depan menghadap langsung kearahku, lalu aku disuruh mengangkat-angkat Azki ke atas seperti bermain kapal-kapalan dengannya. Aku melakukannya "Tuiiing.. tuiiing.. Azki terbaang.." sembari senyum tulus dan hangat dariku, karena aku mulai merasa nyaman berdekatan dengan anak kecil. Akhirnya Azki tersenyum, tanda dia merasa nyaman juga denganku. Subhanallah perasaan bahagia yang terasa ini dari Allah melalui senyuman manis seorang balita yang masih tak punya dosa ini. 

"Ketulusan menciptakan kenyamanan yang seringnya terbelenggu patamorgana keraguan, dan sungguh anak tak berdosa tak terkecoh dengan patamorgana itu."  -FauzianRifqi-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar