Rabu, 06 Agustus 2014

Mengangkat Senjata? di Negeri yang "aman"?

           Mengajak kepada jalan Allah, mengajak pada kebenaran, haruslah dilakukan dengan cara hikmah, dengan cara yang baik, dengan membawa sebuah keteladanan, menciptakan kedamaian, menebarkan ketentraman dan membawa din ini sebagai rahmat bagi seluruh alam. 

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." [An Nahl : 125]
        Sudah jelas kan perintahNya? Lalu kenapa engkau masih saja bersikukuh untuk mengangkat senjatamu, menebarkan teror, menyakiti, bahkan membunuh, dengan mengatasnamakan jihad fii sabilillah? 
        Saya cukup geram dengan gerakan-gerakan militansi yang mengatasnamakan agama yang penuh rahmat ini tapi tak mencerminkan akhlaqul karimah, akhlaq terpuji seorang muslim.
        Saya tidak berbicara keadaan di negeri yang diserang kaum kafir dengan segala kekerasannya, memang sangat perlu dalam  keadaan tersebut mengazamkan diri untuk mengangkat senjata untuk mempertahankan diri dan agama. Tapi saya berbicara di negeri yang secara jasadiyah masih aman, jauh dari invasi fisik kaum kafir, negeri dengan toleransi yang masih tinggi dalam berhubungan sesama manusia layaknya Indonesia.
         Pertanyaannya? Apakah dengan memusnahkan kedamaian dengan beriskukuh membawa Islam dengan cara kekerasan akan betul - betul berhasil membawa Islam pada masa kejayaan? Dengan akhlaq yang tercela? Apakah engkau yakin wahai yang mengaku para mujahhid yang menenteng senjata di negeri yang "aman" ini?
            Bukan senjata-senjatamu yang umat Islam butuhkan, bukan kekuatan dan "kebodohanmu" yang umat Islam butuhkan, juga bukan kebanggaanmu membunuh kaum kafir yang umat Islam butuhkan. Tapi Akhlaq karimah mu yang kami butuhkan, teladanmu yang kami butuhkan, hafalan dan pengamalan al qur'anmu yang kami butuhkan.
             Apakah engkau masih punya orang tua wahai engkau yang mengaku mujahhid? Maka berbaktilah engkau kepadanya, sungguh itupun jihad yang begitu mulia seperti apa yang telah Rasulullah SAW sampaikan.
           Apakah engkau berkemampuan untuk menikah? Maka menikahlah, bentuklah keluarga yang baik, bina lah istri dan anak-anakmu hingga menjadi generasi perubahan bangsa, menjadi para penghafal qur'an dan mengamalkan qur'an dalam kehidupan sehari-hari, hingga suatu hari nanti kejayaan islam akan muncul layaknya matahari terbit yang menyinari bumi dari gelap pekatnya malam dengan generasi-generasi qur'ani yang engkau bina.
            Bukankah itu lebih baik? Bukankah itu sesuai perintahNya? Membawa kedamaian, mengajak kepada jalan Rabb dengan hikmah. Wallahu'alam bissawab.

Selasa, 05 Agustus 2014

Pelabuhan

Dalam sebuah pelayaran, banyak hal yang telah dilewati, banyak hal yang telah dilihat. Sampan sederhana ini akan terus melaju, memperbaiki dan terus membekali dirinya dengan melihat lebih banyak hal lagi. Mengarungi samudera yang begitu luas, terkadang ombak tak bersahabat melambung begitu tinggi menghempas sampan  ringkih ini, badai dan petir pun tak mau kalah tuk sering menyapa disetiap perjalanan ini. 
Namun, terkadang samudera begitu bersahabat, begitu tenang, angin sepoy menerpa  memberi kesejukan, mentari berseri memberi kehangatan, dan hamparan samudera biru dengan segala ciptaan Allah di dalamnya memberi suatu kesan bahwa perjalanan ini begitu dinamis dengan segala ujian dan kenikmatan yang menghampiri silih berganti. 
Samudera yang luas yang diarungin sampan sederhana ini menunjukan bahwa kita ini begitu kecil, terlalu kecil untuk menunjukan kesombongan, dan sebuah keniscayaan bagi kita untuk terus bersujud dengan segala apa yang kita punya kepada Sang Maha Besar. 
Sampan sederhanan ini terus melaju, tiada henti-hentinya melaju untuk terus memperbaiki dirinya sebelum berlabuh disebuah pelabuhan yang tepat. 
Allah anugerahkan radar untuk memancarkan frekwensi sonar yang tepat, terus-menerus pancarkan frekwensi hingga suatu hari radar sampan sederhana itu menangkap satu frekwensi yang samar-samar menciptakan resonansi hingga sampan ini ingin menghampiri arah datangnya frekwensi itu.
Dari kejauhan, kulihat sebuah pelabuhan, terlihat begitu nyaman untuk sampan ini berlabuh, pelabuhan yang sedang memperbaiki dirinya, merenovasi diri dengan begitu terlihat kesungguhan dalam sebuah perbaikan. 
Frekwensi yang selaras, lirih syahdu resonansi mulai meningkat menggetarkan sampan ini, hingga suatu hari sampan ini mencoba melabuhkan diri di pelabuhan itu. Semakin dekat sampan ini, semakin resonansi itu meningkat nyaris tak terkontrol. Tapi apalah daya, sampan ini masih belum cukup pantas untuk tunjukan resonansi itu, kuputar arah laju pelayaran sampan ini, berusaha menahan dirinya hingga tak terlihat sedikitpun resonansi itu, untuk selasaikan pelayarannya, menyelesaikan amanah yang diberikan ayah-bunda, hingga suatu hari nanti akan kulabuhkan sampan ini ke pelabuhan itu.
Akankah pelabuhan istimewa itu terima sampan sederhana ini untuk berlabuh? Masih tetap samakah frekwensi sampan ini dengan pelabuhan itu hingga ciptakan resonansi? 
Tahukah? betapa sampan ini mencoba tuk menahan dirinya, semoga begitupun pelabuhan itu.
tahukah? dari jutaan pelabuhan di dunia ini, frekwensi ini sungguh berbeda, resonansi ini sungguh nyata. Wallahu 'alam.