Selasa, 21 Oktober 2014

Permataku, engkau berharga

Permataku, engkau berharga sayang, engkau cantik menawan banyak hati tuk menggapaimu.
Permataku, engkau yang kusayang, tak rela hati ini kala ada yang menjamah hatimu.
Permataku, kini engkau telah tumbuh dewasa. Aku hendak menjagamu, bukan menghakimimu.
Permataku, hijabmu bukan kekangan untukmu, tapi itu brangkas baja yang melindungimu, hingga orang segan tuk menjamahmu, karena engkau berharga.
Permataku, hijabmu bukan sekedar kau kenakan tuk menutupi ragamu, hendaknya menjadi teladan akan akhlaqmu, hendaknya hijabmu ingatkanmu bahwa dirimu berharga sayang. hendaknya hijabmu ingatkanmu betapa cerewetnya aku ketika menasihatimu.
Permataku, ingatkah pertanyaanku saat itu? “Apakah kamu menganggap dirimu berharga?” maka jika kamu anggap dirimu berharga, hendaknya hanya orang yang berharga pula yang mendapatkan hatimu, yaitu orang yang bersabar hingga ia dan engkau siap dan pantas untuk merangkai kisah yang indah. Semua ada waktunya, semua ada masanya.
Permataku, hanya untaian do’a dariku yang bisa kuberikan saat ini kala kita jauh.
Permataku, jadilah tetap berharga, menjadi kebanggaanku, kebanggaan orangtua kita.
Do’a ku menyertaimu dek.

Senin, 20 Oktober 2014

KITA

Kita adalah kita yang saat ini, merangkai nada dijalan masing-masing.
Kita adalah kita yang saat ini, goreskan kisah dijalan masing-masing.
Kita adalah kita yang saat ini, mencari apa yang hendak dicari di jalan masing-masing.
Kita adalah kita yang saat ini, bangkit dari kelam perbaiki diri di jalan masing-masing.
Kita adalah kita yang saat ini, menjadi pribadi yang lebih baik di jalan kita masing-masing.
Kita adalah kita yang saat ini, terpisahkan jarak yang sangat jauh dan berjalan di jalan masing-masing.
Kita adalah kita yang saat ini, memegang teguh pendirian di jalan masing-masing.
Kita adalah kita yang saat ini, iman kita yang membuat kita berada di naungan yang teduh di jalan kita masing-masing.
Kita adalah kita yang saat ini, berjanji untuk menjadi pribadi yang sukses di jalan kita masing-masing.
Kita adalah kita yang saat ini, mengukir jejak, menyusuri terowongan panjang yang diujungnya terlihat setitik cahaya yang kian membesar seiring berjalannya waktu, seiring hentakan langkah di jalan kita masing-masing.
Kadang aku merindukan kita yang belia, yang tak perlu terus bertanya dalam hati “Akankah kita bertemu di persimpangan jalan itu suatu hari nanti? Lalu berjalan bersama di jalan yang sama, bukan jalan kita masing-masing. Merangkai nada, menggores kisah, mencari banyak hal, menjadi pribadi yang baik, serta memperkokoh iman di jalan yang sama yang kita tapaki.”
Duhai engkau yang satu hari nanti menjadikan “aku” menjadi “kita”, Allah punya rencana yang indah yang tidak kita ketahui, Allah punya puisi indah yang telah tertulis di lauhul mahfuz-Nya yang tidak kita ketahui. 
Kita adalah kita yang saat ini, yang terus percaya ada hal indah di persimpangan jalan sana, entah itu aku menjadi kita, ataukah kamu menjadi kalian, ataukah aku menjadi kami. Semua terangkai indah, syahdu dalam lantunan simfoni kuasaNya.