Senin, 25 November 2013

Hal Yang tak Asing

Dalam perjalanan kehidupan sudah tak asing lagi yang namanya keberhasilan dan kegagalan. Sudah seperti 2 mata koin yang berdampingan, kalau bukan keberhasilan berarti kegagalan. Setiap orang sudah akrab dengan kedua hal tersebut, terkadang bahkan terpaksa bermesraan dengan salah satu dari keberhasilan atau kegagalan.
Orang pernah berhasil, orang pernah gagal, tapi yang terpenting adalah bukan pada saat kita mendapat keberhasilan atau kegagalan itu.
Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi setelah datangnya keberhasilan dan kegagalan itu. Apakah langkah kita akan terhenti pada  rasa puas akan sebuah keberhasilan? Atau kita mensyukuri rasa puas itu kemudian melanjutkan langkah untuk menjemput keberhasilan-keberhasilan yang lainnya.
Apakah kita akan menghentikan langkah kita pada sebuah ratapan kegagalan? Atau memampukan diri untuk merubah kegagalan itu menjadi sebuah keberhasilan yang diharapkan.
Seringnya, rasa puas yang terlalu dini membuat pandangan yang tadinya menatap jauh, terlena hingga meredup. Rasa kecewa dan tak menerima kegagalan juga sering kali membuai diri hanya untuk meratap hingga rasa percaya diri dan daya juang meredup seolah mimpi telah menjadi beraian mutiara yang hancur dan tak bernilai.
Padahal Allah memberikan kapasitas diri pada manusia tak terduga bahkan tak terbatas dan bisa terus dikembangkan, anugerah tersebut tak sepadan jika terhenti hanya pada sebuah rasa puas yang imatur, atau terhenti pada ratapan kegagalan. Anugerah Allah tersebut seharusnya disyukuri dengan cara mengoptimalkannya, meraih keberhasilan-keberhasilan yang lain atau merubah kegagalan menjadi keberhasilan. Ketika kita menyerah dengan keadaan, ketika hati ragu pada diri, di sana lah letak rasa syukur yang amat rendah, di sana lah letak daya jelajah dan daya juang yang amat rendah.
Oleh karena itu, syukuri anugerah Allah berupa kapasitas diri dengan melangkahkan diri pada jalan yang tak ada batasnya, yang hanya Allah yang tau kapan batasnya.

Wallahu'alam bissawab.

never stop fighting


Mengenali diri sebagai manusia, mengenali diri sebagai insan yang bernyawa, mengenali diri sebagai suatu organisme yang tersusun dari susunan molekul yang Allah susun sedemikian rupa, serta mengenali diri sebagai seorang insan yang Allah anugerahkan pikiran untuk senantiasa beriman kepada-Nya tanpa sedikit keraguan, semua itu penting untuk kita lakukan agar kita tahu kemana kita akan membawa diri kita, agar kita tahu jalan mana yang harus kita lalui, dan bagai aliran air kita akan tahu kemana kita akan bermuara.
Oleh karena itu, penting sekali kita memaknai dari mana kita berasal, dan kemana kita akan kembali.
Berbicara tentang mengenali diri, perlu kita kenal kapasitas diri kita, perlu sekali kita mengenal kelebihan apa yang kita punya pada diri kita dan kekurangan apa yang kita punya, dengan begitu kita dapat menentukan langkah apa yang akan diambil untuk menjalani proses peningkatan kapasitas diri.
Mengapa kapasitas harus kita tingkatkan? yaitu untuk mensyukuri bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya, untuk mensyukuri bahwa Allah telah memberikan drajat tertinggi pada manusia diantara makhluk-makhluk lainnya, untuk mensyukuri bahwa Allah menciptakan kapasitas diri manusia yang dapat berkembang tanpa kita ketahui batasnya, dan yang terpenting adalah karena kita takkan pernah berhenti berjuang mulai dari saat kita bukan apa-apa hingga kembali lagi  menjadi bukan apa-apa.
Bayangkan! ketika awal mula akan terciptanya manusia pada teori embriologi, mulai dari yang namanya fertilisasi atau bertemunya sperma dengan ovum, tidak se simple mereka bertemu lalu jadilah kita. Tapi disana ada berbagai rangkaian proses dan pengaturan yang jika kita betul - betul hayati, ada tanda dan kebesaran Allah di sana. Manusia tercipta dari mani yang di dalamnya terdapat berjuta-juta sel sperma yang siap untuk membuahi ovum, tapi tak semuanya sperma dapat membuahi ovum. Jutaan sperma berbondong-bondong bergerak menuju ovum yang siap dibuahi, bersaing dan berusaha bertahan dari keasaman cervix uterus (leher rahim) yang mematikan bagi sperma, di sinilah terjadi seleksi alam yang nyata, disinilah terjadi pengaturan kebesaran Allah yang nyata, bahwasanya bibit sperma yang terbaik yang dapat bertahan melewati semua itu. Hanya dari proses awal saja sudah terbukti bahwa Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya.

"Demi buah tin dan zaitun. Demi bukit Sinai dan kota mekkah yang aman. Sesungguhnya manusia diciptakan dalam bentuk yang baik" (Q.S At Tiin : 1-4)

Walaupun berbeda negara, berbeda bangsa, berbeda status sosial, berbeda fisik, bahkan berbeda kasta, tapi Allah menciptakan manusia itu sama, yaitu dalam keadaan yang sebaik-baiknya keadaan. Penilaian manusia lah yang membuat kita semua terlihat berbeda, karena apa terlihat berbeda? Karena harta? kekuasaan? kasta? Cantik? Ganteng? Semua itu hanyalah penilaian manusia yang sungguh itu fana adanya, manusia hanya menilai dengan ketidaktahuannya.
Dengan demikian, sudah dapat dipastikan dan sekarang kita harus sadar serta menanamkan pada mindset kita bahwa manusia semua Allah ciptakan dalam keadaan baik, oleh karena itu takkan ada sedikitpun celah di hati kita untuk sesuatu yang dinamakan "sombong", takkan ada lagi di mind set kita "aku lebih baik daripada dia" yang ada adalah "yuk kita saling melengkapi dengan segala kekurangan dan kelebihan kita untuk berjalan beriringan untuk menggapai cinta-Nya".
Dengan potensi yang Allah anugerahkan, menjadi modal untuk kita manusia yang tak henti-hentinya berjuang hingga pada suatu permuaraan atau tujuan utama, yaitu Ridho-Nya.
Setelah fertilisasi yaitu penyatuan sperma terbaik dan ovum perjuangan terus berlanjut, pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan mengalami berbagai fase yang sangat rumit dengan segala keseimbangan pengaturan yang Allah lakukan sangat detel sehingga sedikit saja kesalahan bisa sangat fatal akibatnya. Kembali lagi jika kita mempelajari tumbuh kembang embrio di sana kita juga akan melihat betapa Allah itu maha besar. 
Setelah terlahir, dan manusia tumbuh dewasa, mulailah ujian datang mendera, ujian yang dihadapi semata-mata merupakan kasih sayang Allah, sebuah jalan yang Allah berikan untuk menuju ridho-Nya. Terkadang ujian hidup terasa berat, berliku-liku, hingga di suatu titik menjadikan diri berpikir paling menderita sendiri. Paadahal ujian yang Allah beri merupakan salah satu bentuk rasa cinta-Nya terhadap manusia, dan sungguh Allah memberikan ujian melainkan sesuai dengan kemampuan manusia. Takkan mungkin Allah memberikan ujian di luar batas kemampuan manusia yang diuji. Setiap ujian selalu ada jalan keluarnya, cuma terkdang manusianya sendiri yang tak mau memampukan diri untuk mencari jalan keluarnya. Sungguh beruntung manusia yang mendapatkan ujian yang amat berat, artinya kapasitas diri manusia itu sebanding dengan besarnya ujian yang Allah berikan.
Pada akhirnya, sampailah manusia pada permuaraan yang takkan ada satupun manusia yang tahu kapan dirinya sampai ke permuaraan itu, dan di permuaraan itulah manusia menghitung perbekalan apa yang telah mereka kumpulkan untuk bekal di permuaraan itu.
Ikhtiar, daya juang tinggi, serta lillahita'ala dalam menjalani segala macam yang ada di dalam hiduo ini, insyaAllah kapanpun kita sampai pada permuaraan itu kita akan selalu siap, "because we never stop to fight!".




Selasa, 12 November 2013

Anak Kecil di Pangkuanku

Seperti sabtu-sabtu biasanya bakda magrib aku pergi mengunjungi rumah dr.Hermawan untuk liqo bersama teman-teman yang lainnya. Aku merasa beruntung mempunyai kegiatan rutin yang bermanfaat di malam minggu sementara yang lain asyik pacaran di pinggir-pinggir jalan entah apa asyiknya, sedangkan aku dan teman-teman seperjuanganku juga asyik dengan berbagi ilmu. 
Sayang sekali pada hari itu mentoring sepi, teman-teman berhalangan hadir saat itu, hanya ada aku dan Radian teman satu kos ku liqo bersama Pak Wawan (panggilan akrab kami untuk dr.Hermawan). 
Kami membicarakan banyak hal saat itu, mulai dari keadaan di kampus, kuliah, organisasi, politik, hingga masalah perasaan laki-laki terhadap perempuan (sebenernya sih ini sesi curhatnya aku dan Radian hihi).
Skip saja masalah curhatan kami, karena itu masih menjadi rahasia antara ikhwan-ikhwan yang berjuang untuk terus memantaskan diri dihadapan Allah hehe.
Saat itu di rumah Pak Wawan ada seorang balita lucu nan menggemaskan, namanya Azki, anak perempuanya Pak Wawan. Azki ini anaknya pemalu dan anti-cowok, terbukti saat hari-hari sebelumnya aku dan teman-temanku datang dan respon Azki menangis dengan spontan. Wajar saja sih, seorang anak kecil melihat orang asing dan berusaha mendekat pasti merasa tidak aman dan sebagai responnya adalah menangis. 
Namun hari ini Azki tidak menangis saat Pak wawan mendudukannya di hadapan aku dan Radi saat itu, tapi tetap dia merasa kami adalah orang asing dan dia memalingkan wajahnya tanda ia merasa malu atau merasa tidak aman. Seperti halnya sepupu-sepupuku yang masih balita pasti bersikap seperti itu, sampai-sampai aku agak ragu untuk mendekati anak kecil.
"Dik coba kamu pelan-pelan samperin Azki lalu angkat dia." Suruh Pak Wawan kepadaku sambil tersenyum halus seperti biasanya.
"Beneran gak apa-apa pak? Saya takut kalau Azki nanti nangis." Jawabku Ragu.
"Ndak apa-apa dik, nanti kalau Azki nangis biar saya gendong dia, ayo coba saja." Tenangnya.
Perlahan aku menghampiri Azki, keringat dingin bercucuran khawatir Azki nangis, perlahan aku memegang kedua ketiaknya lalu berusaha memangkunya dari belakang. Ya! berhasil aku pangku, dan tanganku agak gemetar seolah aku degdegan menunggu respon darinya. Awalnya ekspresi muka Azki menunjukan bahwa dia heran dan merasa asing padaku, hampir menangis sepertinya, tapi aku berusaha mempererat pangkuanku dan menghilangkan segala keraguanku, dan memulai mengajak bicara dengan lembut.
"Hallo Azki, nama om Rifqi, Azki om gendong yaa, Azki gak takut kan.." sambil sedikit mengayun-ngayun Azki di pangkuanku. Azki masih merasa asing, akhirnya Pak Wawan menyuruhku menggendong Azki dari posisi depan menghadap langsung kearahku, lalu aku disuruh mengangkat-angkat Azki ke atas seperti bermain kapal-kapalan dengannya. Aku melakukannya "Tuiiing.. tuiiing.. Azki terbaang.." sembari senyum tulus dan hangat dariku, karena aku mulai merasa nyaman berdekatan dengan anak kecil. Akhirnya Azki tersenyum, tanda dia merasa nyaman juga denganku. Subhanallah perasaan bahagia yang terasa ini dari Allah melalui senyuman manis seorang balita yang masih tak punya dosa ini. 

"Ketulusan menciptakan kenyamanan yang seringnya terbelenggu patamorgana keraguan, dan sungguh anak tak berdosa tak terkecoh dengan patamorgana itu."  -FauzianRifqi-

Jumat, 08 November 2013

Hijrahku

       Tak ada bosannya saya menulis tentang cinta, karena bahsan ini menarik dan juga sampai saat ini saya belum sepenuhnya mengerti arti cinta yang sebenarnya, mungkin saya akan berhasil memahami arti cinta saat saya telah "pantas" memetik cinta itu. Perlu diketahui, saya punya prinsip "tidak pacaran", kedengarannya extrim ya? Tapi inilah saya, dan itu memang sebuah prinsip yang saya pegang, insyaAllah istiqomah.
Tidak munafik saya akui saya pernah pacaran, saya pernah punya yang namanya "cinta monyet", saya pernah melancarkan jurus-jurus gombalan dahsyat yang saya lontarkan kepada "cinta monyet" itu, saya juga pernah galau, menghabiskan waktu berharga untuk sekedar ngobrol yang sebenernya gak penting bersama yang bukan mukhrim saya. Astagfirullah, jika ingat ke sana merinding juga ya, betapa dosa saya menggunung saat itu, betapa waktu saya banyak terhabiskan oleh hal yang sia-sia. 
       Sedikit bercerita awal mula saya istiqomah pada prinsip "tidak pacaran" ini, seperti yang sudah saya bilang dulu saya pernah menjalin sebuah hubungan yang disebut "pacaran". Menghabiskan waktu dengan si doi, membual dengan gombalan dahsyat dari mulut yang membuai, hingga dunia serasa hanya milik berdua sampai-sampai melupakan sekitar yang begitu peduli pada diri saya tapi saya tidak mempedulikannya. Itulah fase yang pernah saya lewati, dan 2 tahun terjerumus dalam fase itu bukan waktu yang sebentar. 
       Semakin terbuai dengan indahnya "cinta" yang sesungguhnya itu semu, semakin menjauhkan diri ini dari sang penguasa hati. "Cinta" yang semu membuai diri untuk lalai mengadu pada sang illahi, "cinta" yang semu membuai diri untuk berprilaku tidak selayaknya sebagai seorang muslim, "cinta" yang semu keraskan hati, untuk sekedar mendengar nasehat sekitar pun enggan. Betapa jika dosa itu berwujud, sungguh saya malu melihat gunung raksasa yang tebentuk dari dosa itu, dan jika saja dosa itu berbau, sungguh saya malu untuk menampakkan diri karena bau yang menyengat itu. Tapi Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sungguh qodarnya selalu memiliki rencana yang begitu dahsyat indahnya. Suatu hari ketika pengumuman penerimaan murid akselerasi dan saya diterima, dan itu artinya kesibukan saya sebagai murid SMA akselerasi akan 2 kali bahkan 3 kali lipat dari siswa reguler, dan si doi mungkin menyadari hal tersebut hingga merenggangkan kedekatan kami, mulai mencari celah dari masalah yang terjadi pada hubungan kami, hingga semua hal menjadi sangat sensitif yang menyulut perselisihan antara kami, puncaknya kata "putus" pun terjadi. 
       Apakah saya galau? Ya saat itu saya dilanda virus galau akut hingga menjadi kronis, hingga saya memutuskan tidak mau lagi pacaran, tapi saat itu belum lillahi ta'ala, masih menjadi prinsip yang belum tepat, yang terbentuk hanya karena rasa sakit. Namun kembali lagi Allah menunjukan kebesaran-Nya dengan mendatangkan seorang sahabat dia seorang yang mampu mengikis perlahan rasa pedih di hati, menyusun buraian puzzle hati yang sudah berantakan, membuka mata dan telinga saya untuk mendengarkan sekitar. 
"Jika kamu tahu ketika matamu tertutup, dan ketika matamu hanya terfokus dengan sebuah lukisan indah yang sungguh itu semu, kamu tak menyadari bahwa banyak sekali lukisan indah yang nyata di sekitarmu, buka matamu kawan, lukisan-lukisan indah itu ingin merangkulmu dan ingin engkau rangkul, buka sumbatan ditelingamu karena lukisan-lukisan indah itu ingin bernyanyi untukmu. Dan lukisan yang paling indah rindu akan rayuanmu, karena sungguh saat engkau merayu pada lukisan terindah itu, hati mu akan berbalik menjadi tentram, karena Dia Yang Maha membolak-balikan hati"
Sebuah kata yang penuh makna, meluluhkan kerasnya hati saat itu, seketika merindukan untuk merayu pada sang penguasa hati. Hingga diri ini bermuhasabah, kembali merayu pada sang Illahi, dan mulailah terbentuk Prinsip yang perlahan tapi pasti terus memperkokoh diri.
        Dan sebenernya hobi nulis ini juga salah satu media saya dalam memperkokoh prinsip ini dengan menyibukan diri untuk menjadi manusia yang bermanfaat untuk sekitar, untuk menjadi manusia yang selalu berusaha menjadi lebih baik lagi, menjadi manusia yang ingin pantas di hadapan Allah.

Barrakallah, semoga sharing pengalaman saya dapat menjadi inspirasi untuk pembaca sekalian. :)

Selasa, 05 November 2013

Pertolongan Allah itu Nyata (bagian I)

"Fabiayyi alaa i rabbikumaa tukadzibaan" 
"Maka Nikmat Tuhan kamu yang mana yang kamu dustakan?"
     Sebuah firman yang Allah sampaikan dalam suatu ayat dalam Surah Ar Rahman, sebuah ayat yang sungguh membuat hati ini bergetar, meringis, malu kepada Allah karena betapa hina dan rendahnya diri ini karena rasa syukur yang kurang. Jika kubayangkan ucapan syukur yang kuucap disetiap harinya bahkan jikalau sampai mulut ini tak mampu lagi berucap, sungguh itu takkan pernah sebanding dengan segala kenikmatan yang Allah beri disetiap hari, disetiap jam, disetiap menit, bahkan disetiap detik yang sungguh luar biasa, bahkan jikalau pepohonan di dunia ini mnjadi pinsil dan samudera sebagai tintanya untuk menuliskan nikmat yang Allah beri pada kita sebagai mnusia sungguh takkan sebanding, namun terkadang kita melupkannya.
     Pernahkah kita berhitung berapa banyak volume Oksigen yang kita hirup disetiap harinya? Pernahkah kita berhitung berapa banyak energi cahaya yang Allah beri untuk menerangi saat siang hari? Pernahkah kita berhitung betapa banyak limpahan nikmat yang Allah beri disetiap harinya? Sungguh tak terhitung jumlahnya bahkan jika di "Rupiahkan" takkan sanggup seluruh negara di dunia bahkan jikalau mereka patungan untuk membayar semuanya kepada Allah.
Apakah Allah menagih bayaran untuk semuanya? Tentu TIDAK! Allah itu Ar Rahma dan Ar Rahim, Maha pengasih dan maha penyayang kepada seluruh ciptaannya tanpa terkecuali. Mensyukuri dari hal terkecil, mensyukuri mulai dari hal yang bahkan kita anggap sepele, mensyukuri sesuatu yang bahkan orang lain bilang sebuah musibah, mensyukuri segala apa yang Allah beri mau itu manis ataupun pahit. Sesungguhnya tidak ada kesia-siaan sedikitpun pada apa yang Allah anugerahkan.
     Minggu, 24 Maret 2013, hari itu adalah hari dimana aku menerima sebuah tawaran amanah untuk menjadi ketua pelaksana kegiatan rutin tahunan Gebyar Ramadhan 1434 H. Sempat ragu untuk menerimanya, karena pada saat itu aku merasa kapasitasku belum cukup mumpuni menerima amanah sebesar itu. Namun, dengan penuh pertimbangan dan saat itu tidak ada yang mau menerima amanah besar itu dan waktu pelaksanaan telah dekat, akhirnya aku menerima amanah tersebut.
"Bismillah, InsyaAllah saya akan melaksanakannya mas. Mohon bimbingannya" jawabku saat ditawari amanah oleh mas'ul ROHIS KU.
Ada yang berbeda dengan tahun lalu, kepanitian Gebyar Ramadhan tahun ini merupakan gabungan mahasiswa kedokteran dengan keperawatan serta gizi. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dimana harus mengkoordinir mahasiswa yang memiliki kesibukan jadwal yang berbeda, sehingga pada awal kepanitian agak kewalahan juga dalam hal persiapan.
Hari berlalu, syuro demi syuro aku lewati bersama panitia inti kegiatan Gebyar Ramadhan, akhirnya susunan kegiatan sebulan kedepan telah berhasil disusun dan proposal siap untuk diajukan ke Dekanat sebagai legalitas pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan serta permohonan dana.
         Tak semudah membalikan telapak tangan dalam persiapan dan pelaksanaan kegiatan ini, ada saja ujian yang muncul menerpa kami panitia Gebyar. Mulai dari persiapan, kegiatan perdana hingga kegiatan akhir selalu dihujani ujian-ujian bagai gelombang laut di segitiga bermuda.
Mulai dari masalah dana. Dana yang biasanya besar untuk kegiatan ini seperti tahun lalu, berbeda dengan tahun ini sangat minim sekali. Mesjid Asy syiffa yang biasanya sangat mendukung kegiatan secara materil, kali ini tak sanggup mendukung karena sedang mengalami krisis dana akibat pembangunan dan rehab masjid. Dana dari BAI RSUP Kariadi yang biasanya lancar, kini mandet karena sedang masa transisi kepengurusan.
Dana dekanat juga karena aturan dan lain sebagainya hingga cair nanti setelah selesai kepengurusan organisasi ROHIS KU 2012/2013, artiya dana tersebut seolah dana khayalan yang tak kami pegang untuk persiapan acara.
         Astagfirullah, aku hanya mahasiswa berusia baru saja menginjak 18 tahun dua bulan yang lalu dan sekarang memegang amanah yang begitu besar dan seperti Mission Imposible nya milik Tom Cruis dengan berbagai pertaruhan keadaan.
Tak terasa waktu terasa cepat, mendekati acara Tarhib Ramadhan. H-7 kami panitia sama sekali belum memegang dana sepeserpun, padahal proposal sudah disebar. H-3 Allah memberikan pertolongannya melalui kemurahan hati Takmir Asy Syiffa dan BAI RSUP Kariadi yang mau memberikan bantuan untuk terlaksananya Tarhib Ramadhan, namun masih tetap kami panitia belum memegang dana sama sekali.
Tahukah kawan? hari H kami baru memegang dana bantuan untuk terlaksanya kegiatan Tarhib sebagai pembuka kegiatan-kegiatan lainnya selama bulan Ramadhan.
Dapat dibayangkan, aku sebagai ketua lari kesana-kemari mengurusi birokrasi ke Asy Syiffa lalu ke BAI untuk pencairan dana sejak H-7 hingga hari H. Tanpa pertolongan Allah aku takkan sanggup, tapi sungguh Allah maha Pengasih lagi maha Penyayang.
          Tidak sampai di situ ternyata ujian yang harus kuhadapi. Beberapa jam sebelum pelaksanaan Tarhib, kami mendapat kabar bahwa Ustadz yang seharusnya mengisi tausyiah pada hari itu terjebak macet di perjalanan. Pukulan keras bagi kami panitia pada hari itu, padahal acara telah dimulai dengan tilawah serta sambutan-sambutan dari tamu undangan, namun sang ustadz masih jauh dari tempat pelaksanaan acara. Panitia kebingungan saat itu, badanku bergetar hebat, tanganku tak henti-hentinya bergetar, sontak mukaku memerah dan keringat mulai bercucuran. Saat itu hanya istigfar sebanyak-banyaknya yang bisa aku lakukan.
acara mulai molor terlalu lama, tamu undangan mulai dari ketua takmir Asy Syiffa, Ketua BAI, dokter-dokter RSUP serta peserta yang lain mulai gelisah dan bertanya-tanya kenapa acaranya belum dimulai juga.
Berserah, pasrah, menyerahkan segala urusan pada hari itu hanya pada Allah. Aku terduduk lemas sejanak, memejamkan mata menahan air mata yang terbendung sejak tadi. "Ya Allah ridhoi apa yang hamba lakukan, sungguh tak ada tujuan lain selain mengharap ridho-Mu" batinku menangis. Tapi satu hal yang aku yakini, Allah selalu punya rencana indah di balik semua yang terjadi.
Tak lama kemudian "Hei teman-teman ustadznya sudah sampai di gerbang RS Kariadi dan siap menuju mesjid" Teriak salah satu akhwat panitia Gebyar. Langsung aku berdiri dan berlari menghampiri mobil jemputan ustadz untuk menyambutnya.
"Alhamdulillah, mari tadz sudah di tunggu jama'ah" sambutku sambil menyalami ustadznya.
Sang Ustadz hanya mengangguk dan tersenyum sambil bergegas menuju Mesjid Asy Syiffa, seolah mengerti kepanikan yang terpancar dari wajahku.
Akhirnya acara hari itu terlaksana sampai kumandang adzan magrib berkumandang tausyiah ditutup dengan do'a yang indah untuk menyambut Ramadhan yang agung pada tahun ini.


To be Continue..



Senin, 04 November 2013

Obrolan kecil

A : "jomblo a?"
B : "single, itu prinsip hehe"
A : "tapi bukannya lebih mudah cari jodoh saat masa kuliah ya a, udah kenal deket, pas lulus langsung nikah"
B : "Mainstream ah, aa gak mau salah langkah lagi seperti yg lalu-lalu seperti 'cinta monyet' dulu."
A : "Kalo sekarang kira2 ada inceran?"
B : "lebih tepatnya  sebuah rasa kagum sih, blm berani untuk dijadikan inceran, tapi hati sesikit-sedikit menyusun sebuah keyakinan, santai saja perjalanan masih panjang."
A : "si dia tau engga a kalo aa kagum ke dia?"
B : "sepertinya sih engga, toh aku gak pernah bilang"
A : "sudah sedekat apa? Sering komunikasi?"
B : "Aku sih nganggep dia sahabat dalam berbagi kebaikan, kita cukup sejalan, seringkali berbagi pemikiran-pemikiran menarik tentang suatu hal. Dlu sih waktu pertama deket cukup intens komunikasinya, tp akhir-akhir ini aku merasa perasaanku terlalu berlebih, mungkin dia juga merasakan hal yang sama, akhirnya aku memutuskan untuk agak merapatkan hijabku, untuk melindungi dia juga dari sesuatu hal yang belum pantas terjadi, cinta yang prematur takkan berhasil, masih terlalu dini bagiku juga baginya, masih sama-sama memantaskan diri. Tapi insyaAllah silaturahmi tetep terjaga kok."
A : "menurutmu dia gimana?"
B : "solehah itu yg paling membuat aa kagum, tangguh, semangat."
A : "hmmm.. Oke trus apa yg akan kamu lakukan selanjutnya?"
B : "Ketika aa siap, aku minta tolong untuk di antar ke bapanya ya pa, aku mau bicara langsung k bapanya :)"
A : "Itu baru namanya laki-laki, oke siap a nanti bapa antar, insyaAllah"
B : " :) "
A : "A, tapi sekolahmu kan lama, kalau tiba-tiba ada yang ngeduluin datang ke bapanya gimana?"
B : "....(diam lama)... :) berarti dia bukan jodohku pa, simple"
A : (tersenyum lembut, seolah mengerti ada rasa khawatir dari mataku, tapi senyuman itu berhasil membuat aku tenang)

Obrolan kecil yang menarik antara seorang anak laki-laki yang pertamakali curhat pada bapanya mengenai perempuan. Selama 18 tahun aku hidup, baru kali pertama ada obrolan kecil kepada bapa masalah seperti ini. Mungkin pertanda aku mulai dewasa hehe.

"Allah Maha Tahu apa yang hamba tak tahu, Allah punya rencana yang selalu indah ketika kita bersabar mengikhtiarkan hal indah yang Allah siapkan"
-FauzianRifqi-