Senin, 26 Januari 2015

Boleh gak Aku Mengeluh?

Boleh gak aku mengeluh? untuk sekedar melepas segala penat yang ada mewarnai hidup.
Boleh gak aku mengeluh? Kadang aku berharap lebih, akan sebuah jawaban. Namun, Sepasang telinga untuk mendengar pun, atau sepasang mata yang hanya untuk sekedar membaca pun, sudah lebih dari cukup untuk aku bersyukur atasnya.
Boleh gak aku mengeluh? Mungkin Engkau akan mendengar permasalahan pada umumnya, atau membaca permasalah pada umumnya, tapi sepasang telinga untuk mendengar pun, atau sepasang mata yang hanya untuk sekedar membaca pun, sudah lebih dari cukup untuk aku bersyukur atasnya.
Boleh gak aku mengeluh? betapa banyak keinginan yang hendak aku gapai, dan aku takut terjatuh sebelum aku terbang untuk menggapainya. Tapi sepasang telinga untuk mendengar pun, atau sepasang mata yang hanya untuk sekedar membaca pun, sudah lebih dari cukup untuk aku bersyukur atasnya, dan menjadi sebuah keberanian untukku, memulai terbang dengan sayapku.
Boleh gak aku mengeluh? Bukan berarti aku lelah, sama sekali aku tak lelah. Tapi aku hanya butuh sesuatu yang membantu menguatkan pundakku dan memperkokoh keyakinanku dalam melangkah.
Boleh gak aku mengeluh? 
Tersampaikan kepada Dia, Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.
Januari, 2015. 1:46 WIB, Majalengka

Menoleh Sejenak

"Pengalaman adalah guru terhebat kehidupan." Seperti kata orang bijak, yang entah namanya tak kuketahui sampai sekarang. 
"Hidup itu bergerak maju, tapi sesekali perlu juga menoleh ke belakang, untuk sekedar mengingat dan belajar, lalu mensyukuri keberadaan diri dimana kaki berpijak saat ini, dan tak jatuh ke kubangan lumpur yang sama. Tapi jangan kebanyakan noleh, nanti kejebak masa lalu." haha. Mungkin kusederhanakan saja seperti itu.
Pagi yang tak begitu cerah dan tak begitu mendung, adem, membuat gairah untuk produktifitas terkekang diatas gravitasi kasur yag terlalu kuat untuk dilawan rasanya, ah liburan ini membuat banyak malasnya, dan cuaca mendukung. Kembali terlelap.
Tak begitu lama, sampai "dering telponku membuatku tersenyum di pagi hari~"[sambil nyanyi bernada sumbang], haha just kidding, yang benar adalah “dering telponku membuatku agak melek di pagi hari”. That’s an invitation from my old friends, ya kebetulan mereka juga sedang libur dan mengajakku berkumpul dan hangout, untuk sekedar bernostalgia katanya, maklum, selepas lulus SMA, jarang banget ketemu sama kawan-kawan seperjuanganku ini, alasan klasik, sibuk kuliah.
Melepas rindu, diawali dengan bertanya kabar masing-masing, kabar kuliah, dan lain sebagainya seputar kehidupan masing-masing yang kami jalani selama tak bersua. Menarik, rasanya nyaris genap 3 tahun tak mengobrol asyik seperti itu, rasanya  seperti bertemu kawan baru, pada awalnya, kaku. ah mungkin itu hanya karakterku saja.
Kawan-kawanku ini sudah terlihat makin dewasa ternyata, terakhir kali kuingat, kita masih kekanak-kanakan, dulu, nyanyi-nyanyi gak jelas di kelas ketika guru sedang tak ada, “berkelahi” karena hal - hal sepele nan kekanak-kanakkan, mengobrol asyik dikelas membahas segala hal mulai dari ujung kaler ke ujung kidul, haha masa-masa itu.
Banyak menarik nafas panjang rasanya, selama berkisah masa-masa itu, dimana mungkin kami tak sempat merasakan “indahnya masa SMA”, yang kata kebanyakan orang sih,  masa-masa SMA adalah masa-masa paling indah. Masa dimana si tampan bertemu si cantik, masa dimana si cupu di bully di sekolah, masa dimana bisa hangout bareng kawan-kawan di akhir pekan, atau bahkan momen menunggu pujaan hati di lorong sekolah yang disaksikan semut-semut kecil yang berbaris di dinding yang menatap curiga. Sayangnya kami bukan kebanyakan orang itu. Mungkin hanya secuil kisah indah versi kebanyakan orang yang kami lalui selama menjalani tuntutan lulus SMA dalam 2 tahun saja. But you know? kami punya potongan puzzle kisah indah versi kami, bukan seperti versi kebanyakan orang, sungguh indah, yang bisa kami tertawakan bersama hari ini. Bahagia itu sungguh sederhana.
Hari yang cukup panjang, untuk sekedar menggali memori masa lalu, saling mengingatkan momen-momen yang mungkin sudah terlalu usang dan agak terlupakan, dan teringat kembali, dan kembali bisa kami tertawakan bersama, sungguh nostalgia adalah salah satu kegiatan favoritku akhir-akhir ini.
Sampai pada bahasan, "masa-masa jahiliyah", oh sungguh aku tertegun mengingat semua itu. Nafasku agak tertahan, mengigat sisi lain di masa-masa itu, astagfirullah, mengingat salah satu potongan puzzle masa lalu itu membuatku terdiam, takzim, mengingat dan menghitung berapa banyak waktu yang aku sia-siakan. ah masa-masa itu. [geleng-geleng kepala]. "Terimakasih telah mengingatkan. :)" hatiku berbisik sore itu, selepas hari yang panjang yang telah kami habiskan.
Sebagaimanapun usahaku, sebagaimanapun kencang aku berlari menjauh, sebagaimanapun aku melempar jauh tuk membuang dan mengubur semua memori itu, tetap saja, masa lalu adalah potongan episode kehidupan yang mengantarkanku pada hari ini, sebuah potongan kecil dari puzzle kehidupan yang tersusun rapi bersama potongan-potongan lain yang membangun diriku hari ini. 
Ah aku salah selama ini, aku terlalu naif untuk tak mengakui kepada diri bahwa aku mempunyai potongan kisah kecil itu, dari keseluruhan kisah hidupku hingga hari ini. Potongan kisah yang  patut disyukuri akan keberadaannya, dan tentu menjadi pembelajaran yang sangat berharga untuk hari ini, dan  hari yang akan datang untuk anak-cucuku kelak. 
"Hidup itu bergerak maju, tapi sesekali perlu juga menoleh ke belakang, untuk sekedar mengingat dan belajar, lalu bersyukur atas keberadaan diri dimana kaki berpijak saat ini, dan tak jatuh ke kubangan lumpur yang sama."
-Fauzianrifqi-

Menerima

Susah memang, menerima sebuah kenyataan yang tak sesuai dengan ekspektasi, tak sesuai dengan besarnya harapan dan angan, tak sesuai blue print yang telah disusun jauh-jauh hari. Ya, itu susah, susah untuk diterima hal seperti itu. Manusiawi.
Merajuk? marah? kesal? Lantas, apakah semua itu dapat merubah semua menjadi sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan? Lantas, apakah masih saja kau berdamai dengan sebuah ratapan atas sebuah perasaan kesia-sia-an dari usaha yang telah dilakukan? Ah, lebih tepatnya, apakah masih saja kau buang waktumu dengan hal yang sia-sia itu?
"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin." lagi-lagi terinspirasi dari kata-kata bang Tere yang satu ini. 
Tak serta-merta angin membawa daun jatuh di tempat yang tak tepat. Mungkin saya sederhanakan saja kalimat bang Tere yang penuh arti filosofis itu hehe.
Daun yang beruntung mungkin adalah dia yang terjatuh ditempat yang indah sesuai harapan, tempat dimana daun itu “menua”, lalu mati dalam keadaan tentram hati, tiada angan yang tak tergapai. oh sungguh takdir idaman.
Namun, tahukah kau? ada yang jauh lebih beruntung dari daun tersebut. Dia adalah yang terbang dibawa angin dan jatuh di tempat yang ia tak pernah bayangkan sama sekali dalam  harapnya, dan ia yang tak pernah membenci angin yang membawanya, serta ia yang bersyukur berada di tempat itu, walau tak sesuai angan indahnya. Lalu apa? Lalu ia menua, mengering, dan bersama daun-daun yang jatuh bersamanya, dan memberikan kesuburan di tempat dimana ia terjatuh.
Hidup ini indah, ketika hati gembira, menerima, lalu dapat bersyukur.

Dasar Anak Muda

"Tak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Namun dia amat sempurna. Tabiatnya, kebaikannya, semuanya. Tetapi dia tidak sempurna. Hanya cinta yang sempurna." (Daun yang jatuh tak pernah membenci angin_Tere Liye)
Ah dasar anak muda, “perasaan” sepertinya menjadi candu yang membuat pikirannya melayang - layang, hingga, kadang rasionalitas dalam berpikir menjadi tersendat, semua terlihat sempurna, semua terlihat indah, semua hal indah itu selalu dengan cerdas dihubung-hubungkan banyak hal terkait dengan perasaannya, demi subur bersemi  perasaan itu di hati. oh indahnya imaji itu, jika itu hanya mimpi, tak ingin rasanya untuk terbangun, jika itu hanya imajinasi, mungkin kan kubiarkan saja aku terlontang - lantung dalam angan, tak ingin tersadar dari lamunan. Dasar anak muda.
Bahkan sampai pada sebuah paradoks yang menciptakan sejuta kebaikan, sejuta angan dan rencana kehidupan yang cantik menawan, namun ada celah hati yang bimbang untuk memutuskan sesuatu yang masih remang-remang dihadapannya. Tertelan, dan terlanjur berdamai dengan kebingungan rasa yang diciptakannya sendiri. Dasar anak muda.
Seperti daun yang mulai bertumbuh dari sebatang ranting yang hendak memperkokoh diri, tuk berdiri menjadi pohon yang tegap nan gagah, kehidupan impian, daun terus tumbuh dan dewasa, lalu mengering, gugur, tertiup angin, pasrah akan keputusan angin dari hasil pendewasaan dirinya. 
Ada sebuah rasa takut, takut ketika daun sudah dewasa dan siap gugur lalu tertiup angin. Sebuah rasa takut akan kebimbangan dari keputusan angin kan membawa helaian itu ke mana? ah kegalauan itu. Dasar anak muda.
"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin" Kata Tere Liye.
Dasar anak muda. kau masih saja menakuti apa yang masih gamang dihadapanmu, ingatlah nak, Angin tak serta merta membawa daun itu tanpa tujuan yang jelas.
Tuhan perencana yang baik, kau harus ingat itu. Dasar anak muda.
Lalu anak muda itu meninggalkan teman bicaranya setelah ia habis-habisan di bilang “dasar anak muda”. Namun setidaknya dia menjadi penasihat yang baik malam itu, terimakasih kawan, cermin.