Minggu, 15 September 2013

Nilai

      Sepertinya sudah menjadi hal yang terlihat sangat biasa melihat orang menyibukkan dirinya untuk tampil menawan. Berpenampilan bak pangeran atau putri, bersikap bak bangsawan, hingga mungkin berbicara bak orang-orang cerdas dengan bahasa intelek dan asing kebanggaannya. 
Semua hal duniawi dikejar untuk pencitraan diri yang menawan dan menjadi pusat perhatian manusia lainnya, semua itu tak lain untuk mengejar satu kata "nilai".
       Penilaian manusia terhadap diri kebanyakan orang merupakan hal yang sangat didamba-dambakan, merupakan kebanggan tersendiri, dan ada perasaan malu jika mendapat penilaian negatif. Secara psikologis manusia memang wajar saja memiliki perasaan seperti itu, mempunyai keinginan dinilai baik oleh orang lain.
Namun, tatkala penilaian manusia membuai diri lebih jauh hingga bagai candu yang tak terhentikan, bersiaplah hati akan mulai bermesraan dengan yang namanya GENGSI.
Bukan menjadi sebuah bualan belaka cerita-cerita mengenai remaja yang "ngambek" sampe mogok sekolah cuma gara-gara "keinginan" nya tidak dikabulkan oleh orang tuanya. Banyak sekali kasus yang terjadi misalnya siswa laki-laki yang mogok sekolah cuma gara-gara tidak dibelikan motor gede yang keren yang sedang trend saat itu, atau seorang siswi yang mogok sekolah cuma gara-gara malu sama temannya yang ternyata mempunyai pakaian yang sama persis dengannya, dan masih banyak hal lagi. Semua hal tersebut tak luput dari tujuan yang ingin di dapat yang sesungguhnya itu fana, yaitu nilai. Ingin dilihat keren oleh orang lain, ingin dilihat Wow  oleh orang lain, kebanyakan orang menjadi mendewakan "keinginan" dan bahkan hal itu sulit dibedakan dengan "kebutuhan" yang sudah jelas sangat berbeda.
        Yang lebih parahnya lagi banyak orang yang gengsi berpenampilan biasa-biasa saja tanpa dia melihat kemampuan dirinya. Akhirnya apa? Pembohongan terhadap diri sendiri yang terjadi. Dan kalau itu kronis dan makin parah sampai pada tingkat tumbuh syndrom takut berpenampilan buruk menurutnya, hingga cara apapun dilakukan untuk tampil baik, mulai dari cara yang halal hingga haram pun dilakukan karena hati yang terkungkung oleh awan mendung gelapnya duniawi. Seolah hidup ini hanya tentang mengejar prestise yang sesungguhnya itu hal yang fana.
        Padahal Rasulullah mengajarkan pada kita tentang hati yang selalu merendah dan sederhana. Sebuah hadist yang sahih pula menyampaikan "Sesungguhnya sebaik-baik orang, adalah orang yang akhlaknya paling baik diantaramu." 
Tuh sudah jelas kan? Baik atau buruk seseorang bukan dinilai dari ras, golongan, jabatan, kekayaan ataupun gaya, tapi AKHLAK nya.
Satu lagi sabda Rasulullah yang seharusnya dapat mengetuk hati para muslimin, "Khairunnas 'anfauhum linnaas" Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang memberi manfaat bagi sekitarnya. 
Bagaimana kita bisa bermanfaat? ILMU lah jawabnya, disetiap tutur, laku, pemikiran, dan tindakan semua didasari dengan ilmu. Karena ilmu adalah cahaya untuk jalan hidup yang kita tapaki, ilmu adalah pengikat hati untuk tunduk rendahkan hati. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". [QS Al Mujadillah : 11]

Dari Ayat tersebut dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya kriteria penilaian baik-buruk nya seseorang adalah dilihat dari akhlak dan ilmunya, dan dengan akhlak dan ilmu tersebut kita bisa menilai seberapa besar manfaat yang dapat diberikan bagi sekitarnya.
Jadi, janganlah takut pada penilaian manusia yang sesungguhnya itu tidak mutlak. Ingatlah bahwa manusia itu menilai dengan ketidaktahuannya, menilai hanya dari kulitnya saja tanpa tahu apa yang sebenarnya. Sedangkan Allah lah yang Maha Mengetahui segalanya.

Wallau'alam bisawab



Tidak ada komentar:

Posting Komentar