Senin, 17 Juni 2013

Merubah Paradigma Konvensional tentang Dakwah


“Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, meyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Surah Ali Imran : 104)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Surah An Nahl : 125)
            Sudah sangat jelas perintah mengenai kewajiban “dakwah” bagi seorang muslim. Dakwah memiliki beberapa pengertian, secara bahasa dakwah dapat berarti menyeru, menuntut, meminta, mendorong untuk melakukan sesuatu, do’a. Secara istilah dakwah dapat diartikan menyeru manusia kepada Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik hingga mengingkari thagut dan beriman kepada Allah, keluar dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya Islam. Ada beberapa point penting yang dapat diambil mngenai dakwah, diantaranya dakwah itu adalah sebuah aktivitas menyeru dengan objeknya adalah manusia, dengan cara yang “hikmah” dengan nasehat yang baik, tujuannya adalah agar yang diseru kembali kepada Allah dan mengingkari kemungkaran dan kembali kepada cahaya Islam.
            Dakwah tidak hanya sebatas menyeru, tetapi dakwah memiliki tahapan tersendiri yang seharusnya dilaksanakan. Tahap awal adalah menyeru pada kebaikan, mengubah kejahiliyahan dengan pengetahuan keislaman, tahapan selanjutnya adalah menjadikan pengetahuan yang diberikan itu menjadi pola pikir objek dakwah, setelah menjadi sebuah pola pikir hingga timbul gerakan atau aktifitas dari hasil dakwah tersebut menjadi sebuah aplikasi positif, hingga tujuan awal dari dakwah tercapai.
            Kendala dalam dakwah salah satunya adalah paradigma yang sudah melekat sejak lama pada kebanyakan orang awam. Kebanyakan orang beranggapan bahwa dakwah adalah kewajiban para mubaligh, dakwah itu adalah ceramah-ceramah para mubaligh yang sering mereka lihat di mesjid atau acara-acara besar, dakwah itu dilakukan oleh orang-orang alim yang berilmu agama sangat tinggi, dakwah itu dilakukan oleh orang-orang lulusan pesantren, dan paradigma – paradigma lainnya yang sudah sangat melekat pada kebanyakan orang. Paradigma inilah yang mesti diarahkan kepada jalan yang semestinya.
            Dengan adanya mentoring di kampus, diantara kalangan mahasiswa yang notabene merupakan pemuda, para penuntut ilmu, bibit-bibit manusia berkualitas pelurus bangsa ini, menjadi langkah awal tersendiri dalam merubah paradigma lampau mengenai dakwah tersebut. Dilakukan oleh mahasiswa dan untuk mahasiswa, sama-sama belajar dan saling ingat –mengingatkan dalam kebaikan, saling memberi contoh yang baik, saling memberi tahu apa yang masing-masing sudah diketahui. Merubah alur dakwah yang tadinya satu arah antara “si pemberi” dan “si penerima” menjadi “saling memberi”. Diharapkan dari hal tersebut terus menjadi follow up dakwah kampus yang terus kontinyu hingga jenjang yang lebih tinggi. Sebagaimana trilogi dakwah kampus yang menyatakan bahwa mahasiswa merupakan Agent of change and Iron Stock  yang sangat berpotensi dalam mengembangkan dakwah kampus, merubah paradigma konvensional kebanyakan orang mengenai dakwah.
            Kendala lainnya yang menghambat jalannya dakwah adalah kebanyakan orang merasa bahwa dirinya belum cukup ilmu untuk menyampaikan kebaikan, minder, merasa tidak pantas dan lain sebagainya. Coba kita pikir, jika kita terus berasumsi bahwa ilmu kita belum cukup untuk menyampaikan kebaikan, dari situ seharusnya muncul pertanyaan “Saat ilmu itu berhasil kamu tumpuk hingga kamu merasa cukup berilmu, masihkah nyawa dikandung badan?” Sungguh ilmu itu sangat luas bahkan jika seluruh pohon menjadi pensilnya dan samudera menjadi tintanya, takkan mampu menuliskan seluruh ilmu yang Allah anugerahkan untuk dipelajari. “Sampaikanlah ilmu walau satu ayat” sudah jelaskan perintahnya? Ilmu yang diamalkan walau sedikit  akan lebih bermanfaat dibanding ilmu yang ditumpuk untuk diri sendiri. Paradigma konvensional itu mesti dirubah, pemikiran-pemikiran pesimisme harus diubah menjadi pemikiran optimisme. Jika saat ini merasa minder karena ketidakmampuan diri, jangan “melarikan diri”, tapi cukupilah kapasitas diri.
Ghozwul fikri menjadi tantangan terbesar dakwah saat ini, pemikiran-pemikiran pesimisme dan paradigma konvensional menjadi akar permasalahan dakwah. Namun dengan adanya tantangan besar tersebut akan melahirkan da’i-da’i tangguh, pementor –pementor tangguh yang akan merubah paradigma konvensional tersebut. Dengan basic mahasiswa, seorang yang haus akan ilmu duniawi, juga harus haus akan ilmu akhirat, terus mengupgrade pengetahuan mengenai hubungan manusia dengan Allah, mengemas dakwahnya dengan seapik mungkin hingga mencetak kader-kader penerus dakwah kampus.
Dan yang terpenting adalah terangi diri seperti engkau menerangi sekitarmu. Seorang pementor ideal jangan seperti lilin, menerangi sekitar tapi dirinya terbakar hingga habis dan tak mampu menerangi sekitar lagi, seolah yang disampaikan hanya sebuah bualan yang tak dilakukan oleh dirinya sendiri. Jadilah seperti matahari yang menerangi bumi sepanjang hari, bahkan disaat malam hari cahayanya masih dapat terlihat dari pantulan sang rembulan.
            “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (Ash shaff : 2-3).

Sudah sangat jelas bahwa sangat perlu berhati-hati dalam berdakwah, jangan sampai apa yang disampaikan sama sekali tidak mencerminkan diri, sama sekali tidak pernah dilakukan, samasekali itu hanya sebuah kemunafikan diri yang tujuannya bukan karena Allah. Untuk itu perlu meluruskan niat terlebih dahulu sebelum berdakwah, sebelum melaksanakan kewajiban, tanya pada diri untuk apa melakukan hal tersebut, apa tujuannya melakukan hal tersebut, sungguh sebaik-baiknya niat adalah karena ridho Allah, lillahita’ala.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (Ash Shaff : 4).

            “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat-menasehati supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (Al Ashr : 1-3).


Wallahualam bisawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar